Penjahit Kaki Lima Human Interest & Candid Photography trisoenoe.com |
Kediri, Tabanan, Bali, Senin, 18 November 2024
(Artikel ini ditulis di Bali Selatan, di awal musim hujan di pertengahan bulan November. Artikel ini terinspirasi dari kisah nyata yang saya alami namun saya rubah sana-sini supaya enak dibaca)
"Nopek ceng pada tahun delapan puluhan adalah upah seorang pegawai toko yang baik buat dia punya pekerjaan, sebulan suntuk, nggak pake males- males. Dengan itu gaji dia sekeluarga bisa hidup aman dan tenteram. Tetapi buat Oom, itu nopek ceng adalah ongkos satu sesi foto atawe satu kali masuk tipi," kata seorang tua yang mukanya penuh kerut-merut dan berhiaskan kumis dan jenggot kasar yang tidak terurus. Bapak tua ini adalah Pak tustel (bukan nama asli ya Sob! Nama aslinya saya rahasiakan saja, takut kena pasal!), fotografer kelas atas sekaligus pemain teater yang sangat kondong di era 80-an, yang tersohor dengan julukan Tom Cruise nya Indonesia. Siang itu ia sedang saya traktir minum kopi di warung kopi mas Bejo langganan saya.
"Bisa you bayangkan bagaimana keadaan Oom waktu itu?" tanyanya kemudian sambil menyeringai, sehingga semakin banyak kerut-kerut muncul di mukanya. Sumpah, saya jadi ngeri liatnya.
"Tentu waktu itu Oom masih muda," jawab saya gugup tak karuan.
"Ya, yaaa tentu saja! It was sekian puluh tahun nyang lewat! Oom punya badan sedang bagus-bagusnya, Oom rawat dengan baik. Sudah begitu saban hari paling sedikit di kantong ada uang dua ratus ribu. Now, bisa you bayangin gimana dahsyatnya?" Pak Tustel tertawa kecil, saya juga ikut tertawa.
"Perempuan mana yang enggak jadi tergila-gila? Coba Oom nompang nanya?" tanyanya sambil menyodorkan mukanya ke arah saya.
Saya jadi kaget, tetapi segera dapat saya tutupi dengan menyodorkan rokok kepadanya.
"Ooo, ooo.... terimakasih, terimakasih...."
Disundutnya rokok itu dan diisapnya dalam-dalam seperti orang sedang minum bir.
"Sekarang Oom jarang isap rokok putih, berat harganya. Dulu rokok Oom Marlboro. Cuma orang-orang kokay saja yang sanggup beli rokok seperti itu. Sedangkan buat Oom, kalau Oom mau mengisap sepuluh bungkus sehari, itu baru berarti kira-kira sepersepuluh Oom punya salary, enteng sekali."
Diisap lagi rokoknya, asyik betul.
Perempuan dan Senja Siluet & Soft Photography trisoenoe.com |
"Sore-sore kalau Om ada libur atau senggang, Oom suka jalan-jalan ke tempat anak-anak muda nongkrong Di Blok-M atau di Melawai. Oom pake celana jeans ori, pake kaos dan kemeja flannel ori juga. Tangan kiri pegang tustel, tangan kanan pegang rokok atawe kaleng greendsand. Kacamata hitam merk Rayband selalu ada di kepala. Sepatu Adidas atau Kasogi ori juga selalu om pakai.
Kaki melangkah tenang-tenang. Mata tetap memandang ke depan saja, tapi Oom bisa pastikan nyang semua mata anak gadis tertuju sama Oom semua. 'Keren banget... Kece banget...,' kata orang-orang dari kiri-kanan.... Hi... hi..., kayak bintang film kondang rasanya."
Sebetulnya Pak Tustel akan ketawa lebih asyik lagi, tetapi tertahan batuk-batuk kecil karena terlalu semangat bicara. Dihirupnya kopinya sedikit sekali, takut habis.
"Kenapa Oom digelari Tom Cruise nya Jakarta?" tanya saya sambil memberi isyarat pada mas Bejo, minta secangkir kopi lagi.
"O, ooo, ha... ha... ha... ya, aduuuh. Ha... ha, ya, Tom Cruise.... Bukan Jakarta, tapi Indonesia." Dia habiskan dulu ketawanya sedikit. "Kalau Om lagi main di panggung teater, Oom terkenal punya penjiwaan yang bukan maen. Semua peran om libas, tapi rata-rata peran anak muda yang jagoan, Oom yang pegang. Saking hebatnya om maen teater, sering sekali om diundang untuk maen di teater TVRI, dan hampir semua sandiwara di tipi, ada om main di situ.”
"Sampai semua sandiwara, Oom?"
"Nggak semua, tapi hampir semuanya Oom main di situ ...?" Mata Oom Tustel melirik pada rokok saya, saya sodorkan. "Ya, dan yang Oom rasa, kalau misalnya ada tipi bikin sandiwara tapi nggak ada Oom di situ, dijamin nggak banyak yang nonton...."
“Dan nggak cuma akting, Om juga gape kalo sambil nyanyi..." Oom Tustel mulai menerawang, pelan dia hisap rokok pemberian saya. "Kadang Om juga lepas kontrol, maen nggak pake naskah. Pas lagi di tengah adegan sandiwara, tiba-tiba aja Om nyanyi.”
Bersambung ke bagian kedua dengan judul: “Kejayaan Itu Telah Berlalu (Kisah Seorang Fotografer Kawakan Yang Tak Lagi Laku!) – Tulisan Bagian Kedua”, semoga Sobat bisa banyak senang saat membacanya.