Selamat ketemu lagi Sobat. Seperti janji saya sebelumnya, coretan ini adalah sambungan dari artikel ketiga (Kata Mas Bejo si Tukang Gorengan dan Kopi, Sayalah yang Salah (Cerita tentang “Fotografer” genre Fotografi Abstrak) Episode Ketiga), dan artikel ini adalah episode keempat dari entah berapa episode yang ada dalam artikel ini.
Nah, dibaca saja ya Sob!
Saya dengar kabar, sudah jalan tiga bulan ini Bedul terus-terusan ke mana-mana bersama Ujang, sudah seperti saudara kembar, menempel seperti bayangan.
"Berhentilah jadi fotografer abstrak ini, Dul," kata saya waktu saya temui lagi dia pada suatu malam di kedai kopi dan gorengan Mas Bejo dekat kosan saya.
"Alaaah, ada-ada saja kau ini....”
"Sungguh bukan yang begini yang dimaksud pamanmu dengan pekerjaan ringan itu. Carilah yang lain."
"Kenapa? Apakah kau juga menganggap fotografer abstrak itu pekerjaan rendah? Memang kata Ujang pun orang-orang kolot akan punya anggapan kalau pekerjaan fotografer itu bukan pekerjaan bonafide."
"Bukan begitu, tapi kau tak pandai dalam urusan seni...."Bedul mendelik matanya mendengar ini. "Kau kena bohong si Ujang," sambungku lagi.
“Dari mana kau tahu?” tanyanya sengit.
"Aku yakin, bagaimana seorang yang sama sekali tak paham seni, bahkan sama sekali tak tahu perkara seni, tahu-tahu bisa jadi fotografer,fotografer abstrak lagi? Ujang sudah kasih cerita bohong," sambungku lembut-lembut. Rupanya darahnya naik mendengar gurunya dikatakan pembohong.
"Kenapa kau mau ikut campur urusanku?" tanyanya setengah teriak.
"Karena aku kawan sekampungmu, Bedul. Kita sama sama sejak kecil." Lunak juga hati Bedul mendengar kata-kata yang kuucapkan dari dasar hati yang semurni-murninya itu. Tertunduk ia.
“Mana kau mengerti tentang seni fotografi abstrak, Kawan? Kata Ujang pun...."
"Baiklah," putusku gembira karena melihat maksudku hampir tercapai. "Jadi kalau orang-orang yang mengerti tentang fotografi abstrak mengatakan kalau foto-foto kau tak berarti sama sekali, mau kau berhenti jadi fotografer abstrak?"
"Baik," katanya. "Tapi aku kira aku bisa memotret, Kawan. Aku lihat sama saja foto-foto yang kubuat dengan foto yang dijepret oleh fotografer-fotografer abstrak lainnya."
"Banyak bedanya, dan memang hanya orang-orang yang mengerti dan banyak paham seni sedalam-dalamnyalah yang bisa membedakan itu."
"Jadi kalau ahli-ahli foto abstrak itu tak bisa membedakan foto hasil jepretanku dengan foto abstrak kawan-kawan lainnya, berarti aku bisa memotret abstrak, bukan?"
"Aku persilakan kau terus jadi fotografer abstrak, dan aku tambahkan lagi uang taruhan 500 ribu perak kalau memang mereka tak bisa membedakannya," kataku dengan bernafsu. Dan Bedul setuju.
Nyambung ya Sob, ke episode kelima, dengan judul: "Kata Mas Bejo si Tukang Gorengan dan Kopi, Sayalah yang Salah (Cerita tentang “Fotografer” genre Fotografi Abstrak) Episode Kelima"
Artikel diadaptasi dan ditulis ulang oleh: Tuntas Trisunu
#Fotografi #Fotografer #FG #Momod #kamera #Tips #Trik #Tips Fotografi #Trik Fotografi #Teknik Fotografi #Seni Fotografi #Aliran Fotografi #Genre Fotografi #Still Life Fotografi #Rule of third #Photo #Photography #Foto #BW #Model foto #Potret # Aliran fotografi #Bangunan bersejarah #Bangunan bersejarah di Jakarta Batavia #Food Photography #Foto hitam-putih #fotografer #Fotografi #Fotografi Abstrak #Fotografi Arsitektur #Fotografi Komersial #fotografi makanan #Fotografi Wajah #Gallery #Human Interest Photography #Jakarta #Jalan-jalan #Karya Foto #Sejarah Batavia #serba-serbi #Spot Fotografi #Street Photography #Teknik fotografi #Video Fotografi #Selfie #Toys Fotografi #Wedding Photography #Underwater Photography #Macro Photography #HUMAN INTEREST PHOTOGRAPHY #Lensa #Lensa Kamera #Kamera #DSLR #Mirrorless #Analog #Tripod #Kamera HP #Foto model #Komunitas fotografi #Sesi foto #Trik & Tips Fotografi #Aturan segitiga #Aturan segi empat #photoshop #Tallent #MUA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar